A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
a. Fistula adalah suatu ostium abnormal, berliku-liku antara dua organ berongga internal atau antara organ internal dengan tubuh bagian luar. (Smeltzer dan Bare, 2001).
b. Entero-enteral atau enterocutaneous adalah petikan yang abnormal kebocoran isi perut atau usus (usus besar atau kecil) ke organ lain, biasanya bagian dari usus (entero-enteral) atau kulit (enterocutaneous). (Lee, 2006).
c. Umbilikalis fistel atau fistel umbilikalis atau fistula vitellina adalah suatu keadaan kongenital dimana duktus vitellinus tetap dipertahankan seluruhnya sehingga membentuk hubungan langsung antara pusat dengan seluruh pencernaan. Dalam hal ini dapat dikeluarkan tinja melalui pusat. (Watson, dkk, 1987).
2. Etiologi
Kebanyakan fistula berawal dari kelenjar dalam di dinding anus atau rektum. Kadang-kadang fistula merupakan akibat dari pengeluaran nanah pada abses anorektal.
Fistula secara umum sering ditemukan pada penderita :
a. Penyakit Crohn
b. Tuberkulosis
c. Divertikulitis
d. Kanker
e. Cedera anus maupun rektum.
Fistula enterokutaneus biasanya diakibatkan :
a. Spontaneous (15% sampai 25%)
- Radang usus buntu
- Lubang duodenal ulcers
- Radiasi
- Penyakit diverticular
- Ischemic usus
- Malignancies.
b. Postoperative (75% hingga 85%)
- Kegagalan anastomotic
- Penutupan abdominal.
- Operasi kanker
- Lysis yang adhesions
3. Manifestasi Klinis
Gejala tergantung pada kekhususan defek. Pus atau feses dapat bocor secara konstan dari lubang kutaneus. Gejala ini mungkin pasase flatus atau feses dari vagina atau kandung kemih, tergantung pada saluran fistula. Fistula yang tidak teratasi dapat menyebabkan infeksi sistemik disertai gejala yang berhubungan.
4. Klasifikasi
Penyebab dari terbentuknya fistula pasca pembedahan sangat bervariasi tergantung pada lokasi organ, faktor predisposisi, faktor resiko pasien dan tehnik atau prosedur pembedahan. Kompleksitas dari fistula enterokutaneus tergantung dari jumlah pengeluaran.
a. Rendah: 200 ml/24 jam
b. Moderat: 200-500 ml/24 jam
c. Tinggi: 500 ml/24 jam
Jumlah output juga dapat digunakan untuk memprediksi kematian seperti tercantum dalam seri klasik oleh Edmunds dkk. pasien yang tinggi dengan output fistulas memiliki mortality 54%, pasien dengan moderat output meninggal dalam 30% kasus sedanglan rendah output fistulas meninggal dalam 16% kasus. Dalam seri yang lebih baru, Levy dkk. melaporkan kematian dari 50%, 24% dan 26% di tinggi, moderat dan rendah output fistulas, masing-masing. Kira-kira 30% semua tipe fistula akan menutup secara spontan dalam waktu 6-7 minggu.
5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan di daerah anus, dimana ditemukan satu atau lebih pembukaan fistula atau teraba adanya fistula di bawah permukaan. Sebuah alat penguji bisa dimasukan untuk menentukan kedalaman dan arahnya. Ujung dalamnya bisa ditentukan lokasinya dengan melihat melalui anoskop yang dimasukkan ke dalam rectum.
6. Penatalaksanaan
Pembedahan selalu dianjurkan karena beberapa fistula sembuh secara spontan. Fistulektomi (eksisi saluran fistula) adalah prosedur yang dianjurkan. Usus bawah dievakuasi secara seksama dengan enema yang diprogramkan.
Selama pembedahan, saluran sinus diidentifikasi dengan memasang alat ke dalamnya atau dengan menginjeksi saluran dengan larutan biru metilen. Fistula didiseksi ke luar atau dibiarkan terbuka, dan insisi lubang rektalnya mengarah keluar. Luka diberi tampon dengan kasa.
Sebuah studi menelan kontras, di mana radio-kekusaman dye adalah ditelan oleh pasien dan diambil foto sinar-x dan CT scan, sering menunjukkan anatomi dari hiliran. Jika hiliran melibatkan titik dua, yang kontras enema (kontras dye diberikan melalui dubur) dapat bermanfaat.
Parcel merupakan sistem kantong yang digunakan pada bentuk dan ukuran luka lebih luas dengan menggabungkan hidrokoloid sheet dan double tape. Wound drain merupakan tindakan yang dilakukan bertujuan untuk mengalirkan cairan yang cenderung terakumulasi pada lokasi yang dilakukan pembedahan. Penggunaan wound drain dapat menggunakan kantong ostomi.
Parcel dressing dipakai pada luka bertujuan untuk menampung eksudat, melindungi jaringan, mencegah infeksi silang, memonitor volume pengeluaran, meningkatkan rasa nyaman dan mengurangi kecemasan pasien, meningkatkan mobilitas pasien. Sedangkan penggunaan wound drain untuk mempertahankan keamanan drain, menampung pengeluaran, mencegah infeksi silang, memonitor keefektifitasan drain dan volume pengeluaran, melindungi sekitar jaringan, meningkatkan kenyamanan pasien dan mengontrol bau, meningkatkan mobilitas pasien dan biaya lebih efektif. Kedua tehnik ini digunakan jika cairan yang keluar melalui luka dan fistula terlalu banyak biasanya lebih dari 500 ml/24 jam. (Haryanto, 2009).
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien fisula adalah :
a. Infeksi
b. Gangguan fungsi reproduksi
c. Gangguan dalam berkemih
d. Gangguan dalam defekasi
e. Ruptur/ perforasi organ yang terkait
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan fistel enterokutaneus :
a. Kekurangan gizi
b. Dehidrasi
c. Masalah kulit
d. keracunan darah
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan untuk menganalisa masalah pasien secara sistematis, menentukan cara pemecahannya, melakukan tindakan dan mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan.
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling berkaitan dan dinamis.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a. Sirkulasi
Tanda : Peningkatan TD (efek pembesaran ginjal)
b. Eliminasi
Gejala : Penurunan kekuatan /dorongan aliran urin, tetesan
Tanda : Feses keluar melalui fistula
c. Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia; mual dan muntah
Tanda : Penurunan Berat Badan
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri suprapubik, daerah fistula dan nyeri punggung bawah
e. Keamanan
Gejala : Demam
f. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Rencana pembedahan
Rencana Pemulangan :
Memerlukan bantuan dengan manajemen terapi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, proses inflamasi
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh, proses pembedahan
c. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan pola defekasi.
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d pengeluaran sari-sari makanan dari fistula, absorbsi tidak adekuat.
e. Gangguan pemenuhan perawatan diri b/d keterbatasan gerak akibat nyeri
f. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan interpretasi.
h. Gangguan kebutuhan istirahat tidur b/d nyeri
3. Perencanaan
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, proses inflamasi
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi :
1) Kaji keluhan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas.
2) Pantau tanda-tanda vital.
3) Ajarkan teknik nafas dalam
4) Berikan tindakan kenyamanan misalnya masase
5) Penatalaksanaan pemberian obat analgetik
Rasional :
1) Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan.meningkatnya nyeri secara bertahap pasca operasi,menunjukkan melambatnya penyembuhan.
2) Peningkatan TTV menandakan adanya peningkatan skala nyeri
3) Meningkatkan relaksasi,mening kenyamanan dan menurunkan nyeri.
4) Menurunkan ketegangan otot sehingga nyeri berkurang
5) Memblok lmpuls nyeri ke otak sehingga nyeri tidak dipersepsikan
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh, proses pembedahan
Tujuan : Klien bebas dari tanda-tanda infeksi
Intervensi
1) Pantau tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu.
2) Obeservasi penyatuan luka, adanya inflamasi
3) Pantau pernapasan, bunyi napas. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi 35-45 derajat, bantu pasien untuk membalik, batuk, dan napas dalam.
4) Observasi terhadap tanda/ gejala peritonitis, mis, demam, peningkatan nyeri, distensi abdomen.
5) Pertahankan perawatan luka aspetik. Pertahankan balutan kering.
6) Berikan obat antibiotik sesuai indikasi.
Rasional
1) Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari adalah karakteristik infeksi.
2) Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan.
3) Infeksi pulmonal dapat terjadi karena depresi pernapasan, ketidakefektifan batuk, dan distensi abdomen.
4) Meskipun persiapan usus dilakukan sebelum pembedahan, peritonitis dapat terjadi bila usus terganggu, mis, ruptur praoperasi, kebocoran anastomosis.
5) Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah bertindak sebagai retrograd, menyerap kontaminan eksternal.
6) Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi.
c. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan pola defekasi
Tujuan : Terjadi peningkatan rasa harga diri
Intervensi
1) Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan penanganannya.
2) Kaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga.
3) Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga.
4) Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit dan penanganannya.
Rasional
1) Menyediakan data tentang masalah pada pasien dan keluarga dalam menghadapi perubahan dalam hidup
2) Mengindentifikasi penguatan dan dukungan terhadap pasien.
3) Pola koping yang efektif diasa lalu mungkin potensial destruktif ketika memandang pembatasan yang ditetapkan.
4) Pasien dapat mengindentifikasi masalah dan langkah-langkah yang diperlukan untuk menghadapinya.
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d pengeluaran sari-sari makanan dari fistula, absorbsi tidak adekuat.
Tujun : menunjukkan berat badan stabil atau penigkatakan berat badan sesuai sasaran dengan nilai normal
Intervensi :
1) Timbang berat badan tiap hari
2) Dorong tirah baring atau pembatasan aktifitas selama fase sakit akut
3) Anjurkan istirahat sebelum makan
4) Berikan kebersihan oral
5) Catat masukan dan sintomatologi
6) Dorong pasien untuk mengatakan perasaan masalah mulai makan diet
7) Kolaborasi obat anti kolinergik sesuai indikasi
8) Kolaborasi vitamin B12 dan asam folat
Rasional :
1) Memberikan informasi tentang kebutuhan diet/ keefektifan terapi.
2) Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi
3) Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan
4) Mulut yang bersih dapat menambah nafsu makan
5) Memberikan rasa kontrol pada pasien dan kesempatan unutk memilih makanan yang diingikan, dapat meningkatkan masukan.
6) Keragu-raguan untuk makan mungkin dikibatkan oleh takut makan akan menyebabkan eksaserasi gejala.
7) Anti kolinergik diberikan 15 sampai 30 menit sebelum makan memberikan penghilangan keram dan deare.
8) Malabsorbsi B12 akibat kehilangan fungsi ileum penggantiannya mengatasi depresi sum-sum tulang karena proses inflamasi lama, kekurangan asam folat umumnya terjadi sehubungan dengan penurunan masukan atau absorbsi
e. Gangguan pemenuhan perawatan diri b/d keterbatasan gerak akibat nyeri
Tujuan : Klien dapat merawat dirinya secara bertahap
Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan klien dalam merawat dirinya
2) Bantu klien dalam merawat dirinya
3) Berikan dorongan pada klien untuk melakukan perawatan mandiri secara bertahap.
4) Berikan motivasi pada keluarga agar membantu pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien.
Rasional :
1) Mengetahui kemampuan klien dalam merawat dirinya
2) Membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya
3) Memberi keyakinan pada klien bahwa ia dapat merawat diri tanpa bantuan orang lain
4) Keterlibatan keluarga membantu tercapainya tujuan serta membantu dalam mempertahankan hasil yang telah dicapai.
f. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : Kecemasan berkurang atau teratasi
Intervensi
1) Catat petunjuk perilaku mis, gelisah, peka rangsang, menolak, kurang kontak mata, perilaku menarik perhatian.
2) Dorong menyatakan perasaan. Berikan umpan balik
3) Akui bahwa ansietas dan masalah mirip yang diekspresikan orang lain. Tingkatkan perhatian mendengan pasien.
4) Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang apa yang dilakukan.
5) Berikan lingkungan tenang dan istirahat.
6) Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan perhatian, perilaku perhatian.
7) Bantu pasien belajar mekanisme koping baru, mis teknik mengatasi stres.
Rasional
1) Stres dapat terjadi sebagai akibat gejala fisik kondisi, juga reaksi lain.
2) Membuka hubungan terapeutik. Membantu dalam meng-indentifikasi masalah yang menyebabkan stres.
3) Validasi bahwa perasaan normal dapat membantu menurunkan stres.
4) Keterlibatan pasien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa kontrol dan membantu menurunkan ansietas.
5) Meningkatkan relaksasi, membantu menurunkan ansietas.
6) Tindakan dukungan dapat membantu pasien merasa stres berkurang.
7) Meningkatkan kontrol penyakit.
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan interpretasi
Tujuan : Klien/ keluarga menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan pengobatan.
Intervensi
1) Tentukan persepsi pasien/ keluarga tentang proses penyakit.
2) Kaji ulang proses penyakit, penyebab/ efek hubungan faktor yang menimbulkan faktor pendukung.
3) Kaji ulang obat, tujuan, frekuensi, dosis, dan kemungkinan efek samping.
4) Tekankan pentingnya perawatan kulit, mis, teknik cuci tangan dengan baik dan perawatan perineal yang baik.
5) Penuhi kebutuhan evaluasi jangka panjang dan evaluasi periodik.
Rasional
1) Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kebutuhan belajar individu.
2) Pengetahuan dasar yang akurat memberikan kesempatan pasien untuk membuat keputusan informasi/pilihan tentang masa depan dan kontrol penyakit.
3) Meningkatkan pemahaman dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program.
4) Menurunkan penyebaran bakteri dan resiko iritasi kulit/kerusakan, infeksi.
5) Pasien dengan inflamasi beresiko untuk kanker dan evaluasi diagnostik teratur dapat diperlukan.
h. Gangguan kebutuhan istirahat tidur b/d nyeri
Tujuan : kebutuhan istirahat tidur klien terpenuhi
Intervensi :
1) Tentukan kebiasaan tidur dan perubahan yang terjadi
2) Anjurkan beberapa aktifitas ringan selama siang hari jamin pasien berhenti beraktifitas beberapa jam sebelum tidur
3) Ciptakan lingkungan yang nyaman
Rasional :
1) Membantu dalam mengidentifikasi intervensi yang tepat
2) Aktifitas siang hari dapat membantu pasien menggunakan energi dan siap untuk tidur pada malam hari
3) Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan kualitas tidur
4. Pelaksanaan
Selama tahap implementasi perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan diimplementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil.
Komponen tahap implementasi terdiri dari :
a. Tindakan keperawatan mandiri
Tindakan keperawatan mandiri dilakukan tanpa pesanan dokter. Tindakan keperawatan mandiri ini ditetapkan dengan standar praktek American Nurses Association; undang – undang praktik keperawatan negara bagian; dan kebijakan institusi perawatan kesehatan.
b. Tindakan keperawatan kolaboratif
Tindakan keperawatan kolaboratif diimplementasikan bila perawat bekerja dengan anggota tim perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertujuan untuk mengatasi masalah – masalah klien.
c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respons klien terhadap asuhan keperawatan.
Frekuensi dokumentasi tergantung pada kondisi klien dan terapi yang diberikan. Di rumah sakit, catatan perawat ditulis minimal setiap shift dan diagnosa keperawatan dicatat di rencana asuhan keperawatan. Setiap klien harus dikaji dan dikaji ulang sesuai dengan kebijakan institusi perawatan kesehatan.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil – hasil yang diamati dengan kriteria hsil yang dibuat pada tahap perencanaan. Klien keluar dari siklus proses keperawatan apabila kriteria hasil telah dicapai. Klien akan masuk kembali ke dalam siklus apabila kriteria hasil belum tercapai.
Komponen tahap evaluasi terdiri dari pencapaian kriteria hasil, keefektifan tahap – tahap proses keperawatan dan revisi atau terminasi rencana asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Peter, DMD, dkk..2000. Kompleks Enterocutaneus Hiliran: Penutupan dengan Rectus Abdominalis Muscle Flap. http://www.medscape.com/viewarticle/410567 diakses tanggal 26 Agustus 2009.
Chang, Petrus. 2000. Kompleks Enterocutaneous hiliran. http://www.medscape.com/files/public/blank.html diakses tanggal 26 Agustus 2009
Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3, EGC : Jakarta
Evenson, Amy, R., MD., Josef E. Fischer, MD, Facs. 2006. Peristiwa Pengelolaan Enterocutaneoushiliran.http://www.ptolemy.ca/members/archives/2006/Fistula/evenson 2006.pdf diakses tanggal 26 Agustus 2009
Haryanto. 2009. Penggunaan Parcel Dressing dan Wound Drain dengan Kantong Ostomi pada Pasien Fistel Enterocutaneus.. http://gibyantowoundostomicontinent.blogspot.com/2009/02/penggunaan-parcel-dressing-dan-wound.html diakses tanggal 26 Agustus 2009
http://www.imeem.com/people/51vqZE_/blogs/2009/03/04/0_Ph7hDf/enterocutaneous-fistulasurgeryenterocutaneous-fistula. diakses tanggal 26 Agustus 2009
Lee, JA, MD. 2006. Entero-enteral atau enterocutaneous hiliran. http://www.myonlinewellness.com/topic/adam1001129 diakses tanggal 26 Agustus 2009
Mansjoer, Arif, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2, Medika Aesculapius FKUI : Jakarta
Medeiros, Aldo Cunha.,dkk. 2004. Perawatan Postoperative Enterocutaneous Fistulas oleh High-Pressure Vacuum dengan lisan Diet Normal. http://content.karger.com/ProdukteDB/produkte.asp?Doi=82317 diakses tanggal 26 Agustus 2009
Nining. 2008. Anak Asuhan Keperawatan dengan Fistula. http://niningbai.wordpress.com/2008/03/11/asuhan-keperawatan-anak-dengan-fistula/ diakses tanggal 26 Agustus 2009
Price A, Sylvia., Loraiine M. Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 6 EGC : Jakarta
Smeltzer, Suzanne C.,Brenda G. Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart edisi 8. Vol. 2, EGC : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar